Review, rekomendasi dan kritik film bermutu.

Selasa, 04 Juli 2017

Baguskah Film Tinker Bell and the Legend of the Neverbeast untuk anak?

analisis pesan negatif nilai satanisme dalam film kartun tinker bell and the legend of the neverbeast



Sudah lama sekali aku tidak menulis di blog ini mengenai film Disney. Kali ini aku ingin mengulas pesan negatif film Tinker Bell and the Legend of the NeverBeast. Seperti film Disney yang lain, film ini dikemas dengan sangat baik sehingga banyak orang akan marah saat aku mengemukakan sisi jelek film ini. Tapi tugasku hanyalah membongkar pesan negatifnya. Jika kalian ingin pembelaan silakan cari pengulas lain.
Share:

Kamis, 29 Juni 2017

Netizen Viralkan Film Sok Suci untuk Balas Film Polri


TEMENNONTON.COM - Geram terhadap film anti umat Islam "Kau adalah Aku yang Lain" yang dibuat Anto Galon, netizen memviralkan film 7 menit berjudul Sok Suci. Netizen menilai film yang diproduksi dan diunggah ke Youtube oleh komunitas Fisabilillah Production ini adalah jawaban telak atas pernyataan Anto Galon, "Yang menyuruh orang sholat adalah orang yang paling berdosa."

Lewat Jaka, mantan pemabuk yang menjadi tokoh utama film ini, masyarakat diajak untuk berpikir, dibanding dengan orang yang menyuruh shalat, sebenarnya orang yang merasa gak butuh dinasehati itulah yang lebih pantas disebut sok suci.

Film produksi sineas muda Kota Medan ini menjadi semakin menarik dengan dialog tokoh yang logatnya benar-benar khas orang Medan. Itulah mungkin sebab mengapa film ini cepat sekali menjadi viral.

Habib Asyrafy, sutradara film ini, berujar, "Kita akan lawan film dengan film. Jika mereka bikin film untuk menutup keindahan cahaya Islam, kita akan bikin film untuk menyebarkannya."

Tonton film Sok Suci. http://youtu.be/YBnWoqkBbgc


Share:

Senin, 26 Juni 2017

#ReviewUsil Sok Suci by Fisabilillah Production: Sederhana dan Mengena

Perkembangan film pendek di Indonesia cukup pesat. Banyak komunitas-komunitas film yang memproduksi film dengan serius. Pangsa pasarnya juga beragam. Ada yang bermain di platform online seperti Youtube.com atau Vidio.com. Ada juga komunitas-komunitas yang lebih fokus pada festival. Beberapa, bermain keduanya. Mereka tidak main-main, ini butuh keseriusan.

Membuat film pendek tidak pernah semudah yang penonton bayangkan. Mengemas konflik padat dalam waktu singkat memerlukan kelihaian tim produksi, khususnya tim penulis skenario. Bukan cuma itu, mencari tema yang 'relate' pada jaman dan atau manusianya juga susah.

Kali ini, mari membiarkan saya mengulas salah satu film pendek produksi Fisabilillah Production yang berjudul Sok Suci. Supaya damai, saya menulis #ReviewUsil ini sembari mendengarkan Banda Neira di telinga. Semoga memuaskan. Mari mulai!

Fisabilillah Production atau biasa disebut FisProd adalah sebuah komunitas atau bahkan sebuah rumah produksi serius yang dijalankan oleh anak-anak muda kota Medan. Dari namanya, kita bisa melihat jelas bahwa FisProd memang berfokus pada film bernafaskan Islam. Sesuatu yang kalau salah mengambil langkah,akan fatal. Tidak boleh ada interpretasi yang ragu, hadits yang keliru, dan mesti tetap terlihat menarik serta tidak membosankan oleh penonton.

FisProd, selama bulan Ramadan kemarin konsisten membuat film pendek sebagai tontonan sekaligus tuntunan untuk orang-orang yang sedang berpuasa. Salah satunya adalah Sok Suci. Bukan! Ini bukan lagunya Younglex, ini judul film.

Mari membahas pelan-pelan, saya akan membagi ini ke dalam beberapa poin.

Pertama, sebagai anak Medan, saya selalu takjub setiap menonton film yang memakai dialek Sumatera Utara. Dalam film ini, dan film-film lain, FisProd menggunakan dialek Medan. Medan, bukan Batak. Itu berbeda. Lain waktu kita bahas.

Terdengar subjektif memang, tapi begitulah adanya, saya tak terlalu peduli lagi yang lain. Namun, karena ini #ReviewUsil, saya mesti peduli, kalau tidak, apa yang mau saya tulis? Hehe....

Kedua, mari membahas jalan ceritanya, maaf, ini akan sangat spoiler, sebaiknya berhenti dulu bacanya, tonton filmnya di Youtube, lalu kembali lagi ke sini. Ingat! Saya sudah mengingatkan ya.

Jujur, saya tidak terlalu paham jalan ceritanya secara utuh, mungkin karena ilmu saya belum sampai sana, atau mungkin karena saya tidak konsentrasi, atau bisa jadi karena jalan cerita dalam filmnya memang tidak dapat ditangkap dengan mudah? Saya bisa saja mengulang tiga sampai empat kali, tapi rasanya pasti beda, biarkan saja begini, saya menikmatinya.

Film yang menggunakan sudut pandang orang pertama yang bernama Jaka, yang diperankan oleh Iqbal Pahlevi, yang dulunya 'bandit'---artikan itu sebagai pemuda yang doyan mabuk---telah insaf.
Jaka, berhasil keluar dari dunia setan karena dibantu oleh temannya yang bernama Ihsan, sosok alim yang diperankan oleh Radenmas Yanggi Fitriyus Sutrisna. Ihsan mengajak Jaka pada kebaikan, mengajaknya ikut kajian, membantunya keluar dari kebiasaan buruk.

Masalah, baru muncul ketika teman satu kos mereka berdua, Rian, yang diperankan oleh Chairun Arrasyid, adalah orang paling 'bandit' di kos. Dulu, Jaka mabuknya sama Rian. 

Sepulang kajian, di jalan, Ihsan cerita soal membantu seseorang keluar dari perbuatan buruk sifatnya adalah wajib. Sebagai muslim. menyadarkan orang lain adalah sebuah keharusan. Maka, menyadarkan Rian adalah keharusan bagi mereka berdua.

Ihsan, mencoba menasehatinya, di kamar kos Rian, ia mencoba menyadarkan. Temtu saja, sebagai 'bandit' paling 'bandit' Rian emosi dinasehati. 

"Macam kau udah suci aja. Mscam kau tak pernah salah. Tak usah urusi aku!"

"Alu memang belum sempurna. Karena memang gak ada orang yang bisa sempurna sesudah meninggalnya Nabi Muhammad. Aku cuma mengingatkan. BIar kau tak tenggelam."

Kira-kira begitulah percakapan mereka. Sesudahnnya, Ihsan pun meninggalkan Rian yang asyik judi online.

Besoknya, Rian datang ke kamar Jaka membawa dua botol tuak, yang lebih mirip pembersih lantai. Dia pikir, temannya Jaka masih doyan. Saat itu, intens konflik sampai pada tingkat paling tinggi, meski saya tak bisa merasakannya.

Jaka mencoba jujur pada Rian, dia sudah tidak lagi 'minum', dia juga mengajak Rian pada kebaikan. Insaf.

"Aku udah gak minum lagi. Aku mau memperbaiki diri. Kau pun ikutlah, sampai kapan mau jadi 'bandit'?"

"Ah, baru sekali ikut kajian, kau sudah macam ustaz di tivi. Tak usah nasehati aku."

"Ayolah, sama-sama kita insaf."

"Lama-lama, kau jadi macam anak sok suci itu pulak ya!"

"Siapa yang sok suci? Bukannya orang-orang kaya kau ini yang sok suci? Gak mau dinasehati."

Bayangkan adegan itu dilakukan dalam puncak konflik, seakan tegang sekali.

Setelahnya, film ditutup dengan sebuah ayat dari surat Al A'Raf ayat 165, yang artinya:

"Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan pada mereka, kami selamatkan orang yang mencegah perbuatan jahat, dan kami timpakan kepada orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik."

Ketiga, secara kualitas akting para pemainnya, saya bisa bilang luamayan keren. 

Keempat, sinematografinya juga lumayan oke.

Kelima, film ini layak tonton. 

Keenam, saya hanya kurang bisa merasakan, tapi kalau diulang beberapa kali, mungkin akan lebih mudah dipahami.

Baiklah. Saya rasa review sudah selesai, tangan saya juga mulai pegal.

Maaf bila ada kesalahan. Salam untuk Abang dan Kakak yang ada di FisProd, maafkan keusilan saya yang sulit dipertanggungjawabkan ini. 

Satu lagi, selamat lebaran. Selamat pesta nastar, lontong, kacang tojin, dan teman-teman.






Share:

Senin, 05 Juni 2017

PILAH-PILIH BERITA

                                                                                    http://farmmedia.com

Dalam pendekatan media sebagai corong politik kekuasaan. Maka, keberlangsungan pemberitaan sebuah media ditentukan lajur arahnya demi sebuah kelanggengan kekuasaan. Misalnya, dalam kasus pemberitaan para petani Kendeng yang mengecor kakinya sebagai sebagai bentuk penolakan terhadap berdirinya PT. Semen Indonesia di pegunungan Kendeng, Jawa Tengah. Bahkan, seorang petani Kendeng yang ikut menjadi peserta meninggal dunia. Walaupun, Staff Kepresidenan, Teten Masduki telah memastikan meninggalnya wanita bernama Patmi itu akibat serangan jantung. Pemberitaan semacam ini yang jarang, bahkan tidak ada dalam pemberitaan Metro TV.  Baru-baru ini saja pemberitaan terkait hal itu muncul, itupun karena Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo akhirnya menangguhkan sementara pendirian PT tersebut. Itupun pemberitaannya hanya berupa newsline (berita baris) saja, yang beberapa kali diulang.  


Tentu, pilah-pilih beria seperti ini bakal semakin menguatkan persepsi masyarakat, baik yang melek maupun yang awam media sekalipun, bahwa Metro TV seolah begitu takut Ganjar Pranowo runtuh citranya. Bagaimanapun juga, masyarakat akan semakin meyakini, bahwa Ganjar adalah PDI-P, dan PDI-P berkoalisi dengan Nasdem, dan Nasdem ialah pemilik Metro TV. Semoga media tetap berpihak kepada rakyat kecil, dan bukan malah memblurkannya demi sebuah kelanggengan kekuasaan. Amin.  
Share:

Minggu, 04 Juni 2017

STRATEGI PEMENANGAN PILKADA DI ERA DIGITAL

                                                                                           1.bp.blogspot.com
Kampanye merupakan hal yang tak lepas dalam kompetisi politik untuk mensosialisasikan para figur yang bertanding. Berbagai cara dan gerakan mereka lakukan untuk menarik suara dan simpati publik. Salah satunya adalah dengan berkampanye melalui dunia maya yang memanfaatkan sosial media sebagai sarana komunikasi yang sedang dekat dengan masyarakat. Sosial media dianggap sebagai media komunikasi yang efektif untuk bersosialisasi terhadap masyarakat.

Sebagai contoh, dalam Pilgub DKI Jakarta beberapa tahun lalu, terdapat gerakan di dunia maya untuk mendukung Jokowi-Ahok. Mereka menamakan diri dengan Jokowi Ahok Social Media Volunteers (JASMEV). Gerakan tersebut kemudian kembali aktif untuk mendukung Jokowi-JK dalam berkampanye di dunia maya untuk memenangkan pilpres 9 Juli 2014.
Trend baru itu kembali muncul dalam kampanye pilkada DKI tahun 2017 ini, yaitu kampanye dengan menggunakan aplikasi medsos, mulai dari Instagram, Twitter juga Facebook serta Youtube. Sebagaimana diketahui, 54% pengguna internet di Indonesia sudah mempunyai akun Instagram atau sekitar 35 juta, Facebook masih merajai media sosial di Indonesia dengan jumlah pengguna sebanyak 76 juta dengan rentang usia antara 18-34 tahun. Sedangkan, pengguna Twitter di Indonesia sudah mencapai 19 juta users. 

Era medsos atau akronim dari media sosial sekarang ini memang tidak dapat terhindarkan lagi. Termasuk oleh para kandidat yang memang dituntut untuk meraup suara golongan muda melalui aplikasi ini. contohnya seperti  “Baca Tweet Jahat” oleh tim pemenangan Anies-Sandi dan baru-baru ini ada “Ahok Show” yang menjadi salah satu strategi meraih pemenangan oleh tim Ahok-Djarot. Dalam “Baca Tweet Jahat” biasanya mencoba menampik isu-isu negatif atau kampaye hitam (black campaign) yang menyerang Anies-Sandi. Adapun “Ahok Show” menurut penulis merupakan strategi baru pemenangan Ahok-Djarot guna menjaring suara kaum muda di DKI yang memang gadget holic, atau mungkin penulis meyakini bahwa beberapa fakta di lapangan menunjukkan ada banyak warga DKI yang tidak menerima Ahok cs secara langsung untuk berkampanye, sebab telah dilabeli sebagai penista agama pasca ucapannya di Kepulauan Seribu.

Keaktifan masing-masing tim memang terlihat begitu kentara, bahkan masing-masing saling menyerang satu sama lain. Uniknya dan perlu dicontoh oleh daerah lain ialah persaingannya berlangsung dengan amat-sangat kreatif, penuh gambar dan visual bergerak. Namun, kampanye lewat medsos juga dapat berakhir dengan tindak pidana, jika pelaku atau partisan suatu kelompok menggunakannya untuk menyerang kelompok lain. Biasanya tindakan itu dilakukan lewat penyebaran berita hoax (palsu/fiktif) yang telah dimanipulasi sedemikian rupa sebagaimana keinginan awal pelakunya.

Efektifitas Kampanye Lewat Medsos

Kampanye melalui dunia maya memang cukup menarik simpati masyarakat terutama golongan muda atau bagi mereka yang melek perkembangan zaman, dan memiliki jangkauan luas dalam hal berkomunikasi. Namun pertanyaannya, apakah metode kampanye seperti ini efektif? Jika merujuk kepada kontestasi pilkada DKI, maka kampanye lewat medsos memiliki kekurangan.
Salah satunya dan yang paling parah ialah kampanye hitam atau “black campaign” untuk menyampaikan pesan-pesan yang sesungguhnya diluar dari etika politik. Black campaign atau kampanye hitam secara terminologi dapat diartikan sebagai kampanye dengan cara jahat yang dilakukan untuk menjatuhkan lawan politik dengan isu, tulisan, atau gambar yang tidak sesuai dengan fakta yang bertujuan untuk merugikan dan menjatuhkan orang lain. Dengan cara menghina seseorang, ras, suku, agama calon yang bermaksud untuk mengadu domba masyarakat. Oleh karena itu, sejak awal, pihak penyelenggara telah mewanti-wanti dengan mengkonfirmasi medsos mana saja yang secara sah dan resmi mengatasnamakan salah satu pasangan calon. Kesimpulannya bahwa kesuksesan dalam sebuah pemilu, tidak hanya dipengaruhi oleh efektifitas berkampanye melalui sosial media, sebab interaksi langsung dengan masyarakat lebih diperlukan untuk menghilangkan jarak antara pemimpin dengan masyarakatnya, dan mengukur sejauhmana kesigapan seorang pemimpin dalam menyelesaikan langsung permasalahan yang terjadi di masyarakatnya baik itu melalui kinerja maupun lewat program-program paslon.

Kehadiran sosial media sebagai media kampanye harus menuntun masyarakat Jakarta agar lebih cerdas dalam menyikapi isu-isu miring, yang kerap menyerang salah satu paslon. Sehingga tabayyun dan crosscheck pun mutlak untuk terus dilakukan. Selain itu, para kandidat dan timses yang bertanding sudah seyogyanya menjunjung tinggi etika politik yang berbudi pekerti luhur dan bukan malah menebarkan bara.
Share:

JANGAN MUDAH PERCAYA BEGITU SAJA!

                                                                                         http://www.hoax-slayer.com
Hoax or Not
Isu penculikan anak (usia 1-12 tahun) telah dipastikan oleh pihak kepolisian sebagai berita hoax, yang disebarluaskan oleh pihak tak bertanggung jawab melalui aplikasi media sosial (Facebook/WA) atau pesan singkat. Bahkan, isu pemberitaan yang tak jelas rimbanya ini sempat menimbulkan korban fitnah. Perkara seorang perempuan yang ditemukan berkliaran di SDN Mojo 1 Gubeng, Surabaya ia dituduh sebagai penculik anak, beruntung Polsek Gubeng Surabaya langsung mengamankannya sebelum sempat dihakimi massa.  Masyarakat tampaknya benar-benar dibuat resah oleh isu tersebut, apalagi disertai dengan isu penjualan organ tubuh serupa ginjal. Terbukti, dari ibu-ibu yang rela menunggu anaknya hingga jam pulang tiba. Namun isu maraknya penculikan anak janganlah diabaikan, walaupun hoax, kasus penculikan anak memang telah marak terjadi di berbagai daerah di Indonesia.  Di Jakarta misalnya, menempati posisi tertinggi sebanyak 19% disusul oleh Sumsel pada peringkat kedua, dan Aceh sebanyak 13%.
Biasanya memang para penculik ini berprofesi sebagai orang gila, pengemis ataupun gelandangan. Para penculik ini termotivasi oleh bayaran dan desakan kebutuhan ekonomi, dan gangguan jiwa seperti paedofil. Bagaimanapun, tindakan ini amat-sangat tercela karena memisahkan anak dari orangtuanya, dan merupakan tindak pidana perdagangan orang (TPPO), yang wajib diberantas tuntas oleh setiap elemen masyarakat. Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, TPPO untuk tujuan eksploitasi ekonomi guna mendapatkan keuntungan dapat diberikan sanksi pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun, serta denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta.
Cara Mengantisipasi
Walaupun hoax, namun setidaknya ada dua cara mengantisipasi maraknya kasus penculikan dan kekerasan seksual terhadap anak, yaitu: 1) Tanamkan kewaspadaan: Katakan kepada anak kalau dia tak boleh langsung percaya pada orang lain (baca: asing). Katakan kepada mereka untuk tidak mau sekalipun dibujuk rayu dengan mainan maupun permen, uang dengan nominal tertentu ataupun seolah-olah mengenal salah satu anggota keluarga. 2) Jangan memberikan perhiasan berlebihan: Jika anak sudah bersekolah dan bergaul dalam lingkungan umum, maka jangan pernah memberikan perhiasan yang mencolok dan sekiranya dapat mengundang perhatian penculik, musabab dikira anak orang kaya.

Terbukti atau tidaknya kebenaran kabar ini, kasus ini sekali lagi menyadarkan kita, bahwa dalam mengonsumsi suatu berita haruslah ada crosscheck terlebih dahulu, haruslah ada tabayyun atau “cicip-cicip”. Di dalam ajaran agama Islam, sejatinya muslim/ah telah dituntun bagaimana seharusnya bersikap terhadap berita yang dibawa oleh orang fasik (hoax), “Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu” (QS. Al-Hujurat, ayat: 6). Masyarakat harus menyaring terlebih dahulu sebelum memastikan kebenaran suatu berita. Apalagi, di era teknologi informasi sekarang ini. Jangan mudah percaya begitu saja![]
Share:

BTemplates.com

Pengikut