Review, rekomendasi dan kritik film bermutu.

Minggu, 14 Mei 2017

DOMINASI PEMBERITAAN PILKADA DKI 2017

Berbicara DKI Jakarta memang akan selalu menarik bagi masyarakat Indonesia. Mungkin karena statusnya yang ibukota, barometer Indonesia, penuh gemerlap dan glamour, permasalahan macet dan bajir yang tak kunjung usai juga tak terkecuali Pilkada, yang dalam perhelatannya memunculkan nama-nama orang besar dan mentereng. Sorotan kamera dan torehan tinta para pewarta pun tak luput untuk terus mengabarkan setiap detik perkembangannya, walaupun ada ratusan daerah lain yang juga menyelenggarakan hal yang sama.

Apalagi, Ahok sang petahana yang memang tak dapat diragukan kontribusinya dalam merapikan Jakarta baik secara kinerja, visi-misi, dan progra. Namun, tak dapat disangkal juga bahwa nama besarnya tercoreng akibat perkataannya terkait ayat Al-Maidah: 51. Tulah perkataannya tersebut sempat mengundang umat Islam seluruh nusantara berbondong-bondong memutihkan Jakarta. Dengan baju gamis dan surban putih serta kegeraman yang membuncah, mereka serentak mengkritik pemerintah yang kala itu lamban dalam mengadili kasus Ahok. Alhamdulillah, kini Ahok telah duduk dibangku pesakitan, dan masing-masing kubu menanti vonis dengan harap cemas. Ya, mungkin itulah yang menjadi nilai lebih dan khas dari perhelatan demokrasi ini, sarat gengsi dan etnis yang semestinya ditiadakan dalam sebuah kontestasi bernama Pilkada.   

Selain itu, keunikaan dari Pilkada rasa Pilpres ini ialah masing-masing kubu memiliki televisinya sendiri sebagai referensi. Kubu pro-Ahok jelas akan menonton Metro TV untuk menambah data dan fakta, sebaliknya kubu Anies-Sandi tampaknya secara tidak langsung bakal menonton iNews TV sebagai bahan rujukannya. Adapun tvOne tidak begitu terbaca, padahal diketahui Golkar berpihak kepada Ahok jua. Metro TV misalnya, hampir di setiap waktu dan progam selalu membicarakan tentang Ahok: kebaikan Ahok, kehebatan Ahok, dan segala hal tentang Ahok yang kerap disebut “Badja (Basuki-Djarot)”.  Secara tersirat, bahkan pemirsa Metro TV akan paham bahwa ada upaya tv yang didirikan Ketum Nasdem ini untuk mengalihkan isu. Penulis meyakini pengalihan isu itu berupa pengalihan isu penistaan agama menjadi isu Ahok yang terdzalimi dalam Pilkada 2017 ini berdasarkan etnisitas dan agama yang dimilikinya.

Sedangkan, iNews TV milik pengusaha sekaligus Ketum Perindo, Hary Tanoesoedibjo, yang belakangan mendukung paslon nomor 3 tampak getol mengawal sidang Ahok dengan mengundang pengamat yang kebanyakan kontra-Ahok. Menjadikan Pilkada DKI begitu wow, sekaligus menempatkan media menjadi cenderung memihak salah satu pihak. Lucunya, baru-baru ini di Prime Time News Metro TV seusai sidang, Zackia Arfan dan Andini Effendi menanyakan alasan Ahmad Ishomuddin yang mau menjadi saksi ahli agama dari pihak Ahok. Ahmad pun menjawab karena niat untuk menista hanya diketahui oleh Allah SWT dan Ahok sahaja, sehingga jika ingin tahu niat Ahok yang sesungguhnya ya harus bertanya kepada Ahok. Namun, penulis agak janggal dengan alasan yang seperti itu, jika memang demikian tentu permasalahn sudah usai, dan tentu tidak perlu ada pengadilan lagi. Bukankah pengadilan itu ada untuk mengungkap sesuatu yang tersembunyi. Unik sekaligus menarik! Selain itu, Ahmad Ishomuddin kerap ditekankan Metro TV mewakili PB-NU, padahal ia diundang atas nama pribadi sebab tiadanya surat tugas.          

Pilihan untuk memilih Ahok-Djarot atau Anies-Sandi memang menjadi hak penuh warga Jakarta. Secara konstitusional negara kita memang membolehkan siapa saja untuk menjadi pemimpin selama ia sanggup dan mampu untuk mengemban amanat itu. Namun, secara konstitusional negara kita juga membolehkan masyarakatnya untuk meyakini agama yang dipeluknya. Adapun media mainstream nasional seperti Metro TV dan iNews TV haruslah berimbang dan kredibel dalam memberitakan Pilkada, sekalipun berpihak, maka berpihaklah kepada rakyat. Sekian.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

BTemplates.com

Pengikut