Partai Nasdem baru-baru ini resmi mengusung Kang Emil (Sapaan akrab
Ridwan Kamil) sebagai calon gubernur Jabar, meskipun perhelatannya baru akan
dilangsungkan beberapa bulan lagi. Tapi, seolah partai yang didirikan Surya
Paloh ini ingin menekankan eksistensi bahwa mereka akan terus mendukung
putra-putri terbaik bangsa untuk memimpin di daerah, salah satunya ya Kang
Emil. Tidak salah memang, tapi jika terlalu digembar-gemborkan melalui media
sekelas Metro TV beberapa hari yang lalu sampai masuk program Prime Time News,
saya rasa malah menjadi sedikit lebay.
Jadi, pemirsa yang menontonnya, akan merasakan pemberitaan partai ini
begitu mencolok, ya sebelas dua belas tampaknya dengan tv-tv milik HT, yang
sekaligus pemilik MNC Media Group.
Memang, kepemilikan media tidak akan terhindar
dari konten media yang disajikannya. Dalam pendekatan ekonomi politik,
kepemilikan media (media ownership) mempunyai arti penting untuk melihat
peran, ideologi, konten media dan efek yang ditimbulkan media kepada
masyarakat. Walhasil, para pemilik media merupakan pihak yang kuat yang belum
dapat “ditundukkan” dalam alam demokrasi. Golding dan Murdock melihat adanya
hubungan erat antara pemilik media dengan kontrol media sebagai sebuah hubungan
tidak langsung. Lebih lanjut Ecep S. Yasa mengatakan, bahwa pemilik media dapat
memengaruhi independensi media tersebut. Independensi menjadi area abu-abu.
Bisa tidaknya sebuah paket pemberitaan ditayangkan menjadi kewenangan pemilik
media. Hal ini kemudian sangat bergantung pada ideologi, kepentingan dan
afiliasi politik media.
Dalam menjalankan usahanya, media atau pemilik
media bersingungan dengan kekuasaan. Para pemilik media kerap ditemukan sebagai
elite-elite bisnis industri yang berhubungan erat dengan para elite pemegang
kekuasaan. Maka, pemberitaan menjadi tidak bebas lagi; muatannya kerap
memperhitungkan aspek politik. Produk pemberitaan menjadi margin kepentingan
politik. Tema-tema termasuk Nasdem mengusung Kang Emil sebagai Jabar 1
disesuaikan dengan orientasi tersebut. Tentu kita ingin kenetralan Metro TV
terbentuk sebagaimana awal mulanya ia berdiri sebagai tv berita pertama di
negeri ini. Jangan malah semakin parah menjadi sebuah alat corong politik.
Tentu alangkah lebih baik, jika sebuah tv
dimanfaatkan buat sebesar-besarnya kemanfaatan rakyat dan bukan buat
kepentingan partai sendiri, walaupun mengatasnamakan kesejahteraan rakyat.
Alangkah lebih baik, jika tv sebagai watchdog tetap bersikap kritik yang
membangun, bukan malah tumpul kepada tuannya. Walaupun mengharapkan tv menjadi
lembaga yang netral merupakan pepesan kosong, namun mendambakan tv yang
berpihak kepada rakyat tentu bukanlah pilihan yang sulit. Asalkan si empunya
mau berbesar hati. Pertanyaannya, “Maukah seseorang membuang begitu saja alat
yang mampu mendongkrak citranya?” tentu saja dengan sangat berat hati.
Jangan sampai, Metro TV yang kami banggakan tidak
segarang dulu, malah terkesan membabi buta dalam memberitakan satu pihak saja,
yang seolah paling benar dan tanpa cacat cela, sehingga minim kritik bahkan
tanpa analisis lebih tajam. Mungkin ada benarnya, bahwa sejarah pers
menunjukkan, bahwa media cenderung mementingkan kepentingan pemilik, sedangkan
pada saat yang sama melanggengkan kesan bahwa pers adalah untuk melayani
kepentingan pengguna berita. Terlalu berangan-angan bila berharap bahwa media
berita akan berbelok 180 derajat dan mencemoohkan keinginan pemilik. Wallahu
‘alam bish shawab. Wassalammu’alaikum J
0 komentar:
Posting Komentar