Review, rekomendasi dan kritik film bermutu.

Selasa, 04 Juli 2017

Baguskah Film Tinker Bell and the Legend of the Neverbeast untuk anak?

analisis pesan negatif nilai satanisme dalam film kartun tinker bell and the legend of the neverbeast



Sudah lama sekali aku tidak menulis di blog ini mengenai film Disney. Kali ini aku ingin mengulas pesan negatif film Tinker Bell and the Legend of the NeverBeast. Seperti film Disney yang lain, film ini dikemas dengan sangat baik sehingga banyak orang akan marah saat aku mengemukakan sisi jelek film ini. Tapi tugasku hanyalah membongkar pesan negatifnya. Jika kalian ingin pembelaan silakan cari pengulas lain.
Share:

Kamis, 29 Juni 2017

Netizen Viralkan Film Sok Suci untuk Balas Film Polri


TEMENNONTON.COM - Geram terhadap film anti umat Islam "Kau adalah Aku yang Lain" yang dibuat Anto Galon, netizen memviralkan film 7 menit berjudul Sok Suci. Netizen menilai film yang diproduksi dan diunggah ke Youtube oleh komunitas Fisabilillah Production ini adalah jawaban telak atas pernyataan Anto Galon, "Yang menyuruh orang sholat adalah orang yang paling berdosa."

Lewat Jaka, mantan pemabuk yang menjadi tokoh utama film ini, masyarakat diajak untuk berpikir, dibanding dengan orang yang menyuruh shalat, sebenarnya orang yang merasa gak butuh dinasehati itulah yang lebih pantas disebut sok suci.

Film produksi sineas muda Kota Medan ini menjadi semakin menarik dengan dialog tokoh yang logatnya benar-benar khas orang Medan. Itulah mungkin sebab mengapa film ini cepat sekali menjadi viral.

Habib Asyrafy, sutradara film ini, berujar, "Kita akan lawan film dengan film. Jika mereka bikin film untuk menutup keindahan cahaya Islam, kita akan bikin film untuk menyebarkannya."

Tonton film Sok Suci. http://youtu.be/YBnWoqkBbgc


Share:

Senin, 26 Juni 2017

#ReviewUsil Sok Suci by Fisabilillah Production: Sederhana dan Mengena

Perkembangan film pendek di Indonesia cukup pesat. Banyak komunitas-komunitas film yang memproduksi film dengan serius. Pangsa pasarnya juga beragam. Ada yang bermain di platform online seperti Youtube.com atau Vidio.com. Ada juga komunitas-komunitas yang lebih fokus pada festival. Beberapa, bermain keduanya. Mereka tidak main-main, ini butuh keseriusan.

Membuat film pendek tidak pernah semudah yang penonton bayangkan. Mengemas konflik padat dalam waktu singkat memerlukan kelihaian tim produksi, khususnya tim penulis skenario. Bukan cuma itu, mencari tema yang 'relate' pada jaman dan atau manusianya juga susah.

Kali ini, mari membiarkan saya mengulas salah satu film pendek produksi Fisabilillah Production yang berjudul Sok Suci. Supaya damai, saya menulis #ReviewUsil ini sembari mendengarkan Banda Neira di telinga. Semoga memuaskan. Mari mulai!

Fisabilillah Production atau biasa disebut FisProd adalah sebuah komunitas atau bahkan sebuah rumah produksi serius yang dijalankan oleh anak-anak muda kota Medan. Dari namanya, kita bisa melihat jelas bahwa FisProd memang berfokus pada film bernafaskan Islam. Sesuatu yang kalau salah mengambil langkah,akan fatal. Tidak boleh ada interpretasi yang ragu, hadits yang keliru, dan mesti tetap terlihat menarik serta tidak membosankan oleh penonton.

FisProd, selama bulan Ramadan kemarin konsisten membuat film pendek sebagai tontonan sekaligus tuntunan untuk orang-orang yang sedang berpuasa. Salah satunya adalah Sok Suci. Bukan! Ini bukan lagunya Younglex, ini judul film.

Mari membahas pelan-pelan, saya akan membagi ini ke dalam beberapa poin.

Pertama, sebagai anak Medan, saya selalu takjub setiap menonton film yang memakai dialek Sumatera Utara. Dalam film ini, dan film-film lain, FisProd menggunakan dialek Medan. Medan, bukan Batak. Itu berbeda. Lain waktu kita bahas.

Terdengar subjektif memang, tapi begitulah adanya, saya tak terlalu peduli lagi yang lain. Namun, karena ini #ReviewUsil, saya mesti peduli, kalau tidak, apa yang mau saya tulis? Hehe....

Kedua, mari membahas jalan ceritanya, maaf, ini akan sangat spoiler, sebaiknya berhenti dulu bacanya, tonton filmnya di Youtube, lalu kembali lagi ke sini. Ingat! Saya sudah mengingatkan ya.

Jujur, saya tidak terlalu paham jalan ceritanya secara utuh, mungkin karena ilmu saya belum sampai sana, atau mungkin karena saya tidak konsentrasi, atau bisa jadi karena jalan cerita dalam filmnya memang tidak dapat ditangkap dengan mudah? Saya bisa saja mengulang tiga sampai empat kali, tapi rasanya pasti beda, biarkan saja begini, saya menikmatinya.

Film yang menggunakan sudut pandang orang pertama yang bernama Jaka, yang diperankan oleh Iqbal Pahlevi, yang dulunya 'bandit'---artikan itu sebagai pemuda yang doyan mabuk---telah insaf.
Jaka, berhasil keluar dari dunia setan karena dibantu oleh temannya yang bernama Ihsan, sosok alim yang diperankan oleh Radenmas Yanggi Fitriyus Sutrisna. Ihsan mengajak Jaka pada kebaikan, mengajaknya ikut kajian, membantunya keluar dari kebiasaan buruk.

Masalah, baru muncul ketika teman satu kos mereka berdua, Rian, yang diperankan oleh Chairun Arrasyid, adalah orang paling 'bandit' di kos. Dulu, Jaka mabuknya sama Rian. 

Sepulang kajian, di jalan, Ihsan cerita soal membantu seseorang keluar dari perbuatan buruk sifatnya adalah wajib. Sebagai muslim. menyadarkan orang lain adalah sebuah keharusan. Maka, menyadarkan Rian adalah keharusan bagi mereka berdua.

Ihsan, mencoba menasehatinya, di kamar kos Rian, ia mencoba menyadarkan. Temtu saja, sebagai 'bandit' paling 'bandit' Rian emosi dinasehati. 

"Macam kau udah suci aja. Mscam kau tak pernah salah. Tak usah urusi aku!"

"Alu memang belum sempurna. Karena memang gak ada orang yang bisa sempurna sesudah meninggalnya Nabi Muhammad. Aku cuma mengingatkan. BIar kau tak tenggelam."

Kira-kira begitulah percakapan mereka. Sesudahnnya, Ihsan pun meninggalkan Rian yang asyik judi online.

Besoknya, Rian datang ke kamar Jaka membawa dua botol tuak, yang lebih mirip pembersih lantai. Dia pikir, temannya Jaka masih doyan. Saat itu, intens konflik sampai pada tingkat paling tinggi, meski saya tak bisa merasakannya.

Jaka mencoba jujur pada Rian, dia sudah tidak lagi 'minum', dia juga mengajak Rian pada kebaikan. Insaf.

"Aku udah gak minum lagi. Aku mau memperbaiki diri. Kau pun ikutlah, sampai kapan mau jadi 'bandit'?"

"Ah, baru sekali ikut kajian, kau sudah macam ustaz di tivi. Tak usah nasehati aku."

"Ayolah, sama-sama kita insaf."

"Lama-lama, kau jadi macam anak sok suci itu pulak ya!"

"Siapa yang sok suci? Bukannya orang-orang kaya kau ini yang sok suci? Gak mau dinasehati."

Bayangkan adegan itu dilakukan dalam puncak konflik, seakan tegang sekali.

Setelahnya, film ditutup dengan sebuah ayat dari surat Al A'Raf ayat 165, yang artinya:

"Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan pada mereka, kami selamatkan orang yang mencegah perbuatan jahat, dan kami timpakan kepada orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik."

Ketiga, secara kualitas akting para pemainnya, saya bisa bilang luamayan keren. 

Keempat, sinematografinya juga lumayan oke.

Kelima, film ini layak tonton. 

Keenam, saya hanya kurang bisa merasakan, tapi kalau diulang beberapa kali, mungkin akan lebih mudah dipahami.

Baiklah. Saya rasa review sudah selesai, tangan saya juga mulai pegal.

Maaf bila ada kesalahan. Salam untuk Abang dan Kakak yang ada di FisProd, maafkan keusilan saya yang sulit dipertanggungjawabkan ini. 

Satu lagi, selamat lebaran. Selamat pesta nastar, lontong, kacang tojin, dan teman-teman.






Share:

Senin, 05 Juni 2017

PILAH-PILIH BERITA

                                                                                    http://farmmedia.com

Dalam pendekatan media sebagai corong politik kekuasaan. Maka, keberlangsungan pemberitaan sebuah media ditentukan lajur arahnya demi sebuah kelanggengan kekuasaan. Misalnya, dalam kasus pemberitaan para petani Kendeng yang mengecor kakinya sebagai sebagai bentuk penolakan terhadap berdirinya PT. Semen Indonesia di pegunungan Kendeng, Jawa Tengah. Bahkan, seorang petani Kendeng yang ikut menjadi peserta meninggal dunia. Walaupun, Staff Kepresidenan, Teten Masduki telah memastikan meninggalnya wanita bernama Patmi itu akibat serangan jantung. Pemberitaan semacam ini yang jarang, bahkan tidak ada dalam pemberitaan Metro TV.  Baru-baru ini saja pemberitaan terkait hal itu muncul, itupun karena Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo akhirnya menangguhkan sementara pendirian PT tersebut. Itupun pemberitaannya hanya berupa newsline (berita baris) saja, yang beberapa kali diulang.  


Tentu, pilah-pilih beria seperti ini bakal semakin menguatkan persepsi masyarakat, baik yang melek maupun yang awam media sekalipun, bahwa Metro TV seolah begitu takut Ganjar Pranowo runtuh citranya. Bagaimanapun juga, masyarakat akan semakin meyakini, bahwa Ganjar adalah PDI-P, dan PDI-P berkoalisi dengan Nasdem, dan Nasdem ialah pemilik Metro TV. Semoga media tetap berpihak kepada rakyat kecil, dan bukan malah memblurkannya demi sebuah kelanggengan kekuasaan. Amin.  
Share:

Minggu, 04 Juni 2017

STRATEGI PEMENANGAN PILKADA DI ERA DIGITAL

                                                                                           1.bp.blogspot.com
Kampanye merupakan hal yang tak lepas dalam kompetisi politik untuk mensosialisasikan para figur yang bertanding. Berbagai cara dan gerakan mereka lakukan untuk menarik suara dan simpati publik. Salah satunya adalah dengan berkampanye melalui dunia maya yang memanfaatkan sosial media sebagai sarana komunikasi yang sedang dekat dengan masyarakat. Sosial media dianggap sebagai media komunikasi yang efektif untuk bersosialisasi terhadap masyarakat.

Sebagai contoh, dalam Pilgub DKI Jakarta beberapa tahun lalu, terdapat gerakan di dunia maya untuk mendukung Jokowi-Ahok. Mereka menamakan diri dengan Jokowi Ahok Social Media Volunteers (JASMEV). Gerakan tersebut kemudian kembali aktif untuk mendukung Jokowi-JK dalam berkampanye di dunia maya untuk memenangkan pilpres 9 Juli 2014.
Trend baru itu kembali muncul dalam kampanye pilkada DKI tahun 2017 ini, yaitu kampanye dengan menggunakan aplikasi medsos, mulai dari Instagram, Twitter juga Facebook serta Youtube. Sebagaimana diketahui, 54% pengguna internet di Indonesia sudah mempunyai akun Instagram atau sekitar 35 juta, Facebook masih merajai media sosial di Indonesia dengan jumlah pengguna sebanyak 76 juta dengan rentang usia antara 18-34 tahun. Sedangkan, pengguna Twitter di Indonesia sudah mencapai 19 juta users. 

Era medsos atau akronim dari media sosial sekarang ini memang tidak dapat terhindarkan lagi. Termasuk oleh para kandidat yang memang dituntut untuk meraup suara golongan muda melalui aplikasi ini. contohnya seperti  “Baca Tweet Jahat” oleh tim pemenangan Anies-Sandi dan baru-baru ini ada “Ahok Show” yang menjadi salah satu strategi meraih pemenangan oleh tim Ahok-Djarot. Dalam “Baca Tweet Jahat” biasanya mencoba menampik isu-isu negatif atau kampaye hitam (black campaign) yang menyerang Anies-Sandi. Adapun “Ahok Show” menurut penulis merupakan strategi baru pemenangan Ahok-Djarot guna menjaring suara kaum muda di DKI yang memang gadget holic, atau mungkin penulis meyakini bahwa beberapa fakta di lapangan menunjukkan ada banyak warga DKI yang tidak menerima Ahok cs secara langsung untuk berkampanye, sebab telah dilabeli sebagai penista agama pasca ucapannya di Kepulauan Seribu.

Keaktifan masing-masing tim memang terlihat begitu kentara, bahkan masing-masing saling menyerang satu sama lain. Uniknya dan perlu dicontoh oleh daerah lain ialah persaingannya berlangsung dengan amat-sangat kreatif, penuh gambar dan visual bergerak. Namun, kampanye lewat medsos juga dapat berakhir dengan tindak pidana, jika pelaku atau partisan suatu kelompok menggunakannya untuk menyerang kelompok lain. Biasanya tindakan itu dilakukan lewat penyebaran berita hoax (palsu/fiktif) yang telah dimanipulasi sedemikian rupa sebagaimana keinginan awal pelakunya.

Efektifitas Kampanye Lewat Medsos

Kampanye melalui dunia maya memang cukup menarik simpati masyarakat terutama golongan muda atau bagi mereka yang melek perkembangan zaman, dan memiliki jangkauan luas dalam hal berkomunikasi. Namun pertanyaannya, apakah metode kampanye seperti ini efektif? Jika merujuk kepada kontestasi pilkada DKI, maka kampanye lewat medsos memiliki kekurangan.
Salah satunya dan yang paling parah ialah kampanye hitam atau “black campaign” untuk menyampaikan pesan-pesan yang sesungguhnya diluar dari etika politik. Black campaign atau kampanye hitam secara terminologi dapat diartikan sebagai kampanye dengan cara jahat yang dilakukan untuk menjatuhkan lawan politik dengan isu, tulisan, atau gambar yang tidak sesuai dengan fakta yang bertujuan untuk merugikan dan menjatuhkan orang lain. Dengan cara menghina seseorang, ras, suku, agama calon yang bermaksud untuk mengadu domba masyarakat. Oleh karena itu, sejak awal, pihak penyelenggara telah mewanti-wanti dengan mengkonfirmasi medsos mana saja yang secara sah dan resmi mengatasnamakan salah satu pasangan calon. Kesimpulannya bahwa kesuksesan dalam sebuah pemilu, tidak hanya dipengaruhi oleh efektifitas berkampanye melalui sosial media, sebab interaksi langsung dengan masyarakat lebih diperlukan untuk menghilangkan jarak antara pemimpin dengan masyarakatnya, dan mengukur sejauhmana kesigapan seorang pemimpin dalam menyelesaikan langsung permasalahan yang terjadi di masyarakatnya baik itu melalui kinerja maupun lewat program-program paslon.

Kehadiran sosial media sebagai media kampanye harus menuntun masyarakat Jakarta agar lebih cerdas dalam menyikapi isu-isu miring, yang kerap menyerang salah satu paslon. Sehingga tabayyun dan crosscheck pun mutlak untuk terus dilakukan. Selain itu, para kandidat dan timses yang bertanding sudah seyogyanya menjunjung tinggi etika politik yang berbudi pekerti luhur dan bukan malah menebarkan bara.
Share:

JANGAN MUDAH PERCAYA BEGITU SAJA!

                                                                                         http://www.hoax-slayer.com
Hoax or Not
Isu penculikan anak (usia 1-12 tahun) telah dipastikan oleh pihak kepolisian sebagai berita hoax, yang disebarluaskan oleh pihak tak bertanggung jawab melalui aplikasi media sosial (Facebook/WA) atau pesan singkat. Bahkan, isu pemberitaan yang tak jelas rimbanya ini sempat menimbulkan korban fitnah. Perkara seorang perempuan yang ditemukan berkliaran di SDN Mojo 1 Gubeng, Surabaya ia dituduh sebagai penculik anak, beruntung Polsek Gubeng Surabaya langsung mengamankannya sebelum sempat dihakimi massa.  Masyarakat tampaknya benar-benar dibuat resah oleh isu tersebut, apalagi disertai dengan isu penjualan organ tubuh serupa ginjal. Terbukti, dari ibu-ibu yang rela menunggu anaknya hingga jam pulang tiba. Namun isu maraknya penculikan anak janganlah diabaikan, walaupun hoax, kasus penculikan anak memang telah marak terjadi di berbagai daerah di Indonesia.  Di Jakarta misalnya, menempati posisi tertinggi sebanyak 19% disusul oleh Sumsel pada peringkat kedua, dan Aceh sebanyak 13%.
Biasanya memang para penculik ini berprofesi sebagai orang gila, pengemis ataupun gelandangan. Para penculik ini termotivasi oleh bayaran dan desakan kebutuhan ekonomi, dan gangguan jiwa seperti paedofil. Bagaimanapun, tindakan ini amat-sangat tercela karena memisahkan anak dari orangtuanya, dan merupakan tindak pidana perdagangan orang (TPPO), yang wajib diberantas tuntas oleh setiap elemen masyarakat. Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, TPPO untuk tujuan eksploitasi ekonomi guna mendapatkan keuntungan dapat diberikan sanksi pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun, serta denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta.
Cara Mengantisipasi
Walaupun hoax, namun setidaknya ada dua cara mengantisipasi maraknya kasus penculikan dan kekerasan seksual terhadap anak, yaitu: 1) Tanamkan kewaspadaan: Katakan kepada anak kalau dia tak boleh langsung percaya pada orang lain (baca: asing). Katakan kepada mereka untuk tidak mau sekalipun dibujuk rayu dengan mainan maupun permen, uang dengan nominal tertentu ataupun seolah-olah mengenal salah satu anggota keluarga. 2) Jangan memberikan perhiasan berlebihan: Jika anak sudah bersekolah dan bergaul dalam lingkungan umum, maka jangan pernah memberikan perhiasan yang mencolok dan sekiranya dapat mengundang perhatian penculik, musabab dikira anak orang kaya.

Terbukti atau tidaknya kebenaran kabar ini, kasus ini sekali lagi menyadarkan kita, bahwa dalam mengonsumsi suatu berita haruslah ada crosscheck terlebih dahulu, haruslah ada tabayyun atau “cicip-cicip”. Di dalam ajaran agama Islam, sejatinya muslim/ah telah dituntun bagaimana seharusnya bersikap terhadap berita yang dibawa oleh orang fasik (hoax), “Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu” (QS. Al-Hujurat, ayat: 6). Masyarakat harus menyaring terlebih dahulu sebelum memastikan kebenaran suatu berita. Apalagi, di era teknologi informasi sekarang ini. Jangan mudah percaya begitu saja![]
Share:

Senin, 15 Mei 2017

TV PUN MENDADAK ‘ALIM

Sebentar lagi Ramadhan tiba, dan tv-tv kita pun mendadak jadi ‘alim dengan menyajikan program-program Islami. Semisal program-program menjelang berbuka ataupun sahur yang diselingi kuis-kuis. Para pemirsa pun dimanjakan dengan kisah-kisah lucu atau kisah-kisah yang penuh dengan pesan moral. Perasaan pemirsa di bulan mulia itu dibuat campur aduk, ditambah lagi dengan tayangan iklan sirup legend “Marjan”. Hahaha. Saya pribadi tidak mau terlalu sinis dalam menanggapi fenomena ini. saya pikir ini adalah cara baru dalam memanfaatkan media untuk menyemarakkan Bulan Ramadhan. Jadi, bisa lewat kultum dan lainnya. Yang pasti didalamnya wajib memuat pesan-pesan dakwah. Metode semacam ini saya pikir cukup efektif dalam misi menyebarkan perintah dan larangan Tuhan. Apalagi, semisal acara kultum yang biasanya mengundang da’i kondang atau ustadz yang memang berbobot di bidangnya. Selain itu, saya sangat senang jika puasa nanti, program-program acara seperti “Hafidz Indonesia” ikut ditayangkan kembali. Tentu hampir setiap orang setuju, tayangan semacam ini mampu melecutkan semangat kita, terkhusus umat Islam untuk ikut menjaga kemurnian al-Qur’an dengan cara menghafalnya. Subhanallah!

Dibalik semua itu, saya juga memahami, bahwa barang tentu pihak televisi dalam hal menyuguhkan program-program tersebut karena mempertimbangkan rating, share dan iklan yang bermuara pada meningkatnya pemasukan. Namun, pihak televisi tidak hanya memanfaatkan fenomena bulan suci ini sebagai ajang jualan semata. Secara tidak langsung pihak televisi telah ikut mempublikasikan pesan-pesan ‘perdamaian dan spriritualitas’ Islam selama sebulan penuh dan insya Allah tersebarkan secara merata. Biasanya jam tayang utama atau lebih keren dengan sebutan Prime Time adalah sebelum maghrib menjelang berbuka puasa, dan saat sahur hingga waktu shalat subuh, sekitar pukul 02.00-05.00 wib. Berikut beberapa program acara yang sempat fenomenal di Bulan Ramadhan: 1) Seribu Satu Mesjid di Global TV, 2) Akademi Sahur Indonesia (AKSI) Junior di Indosiar, 3) Mozaik Ramadhan dan Berita Islami Masa Kini baik di TransTV maupun Trans7, 4) Da’i Muda Indonesia di MNC TV, 5) Hafidz Indonesia di RCTI, 6) Para Pencari Tuhan di SCTV, 7) Travelling Islam , 8) dan Kultum-kultum menjelang berbuka yang dinilai positif dalam menemani ibadah puasa kita.

Tema-tema Menjelang Puasa

Dapat dikata, Bulan Ramadhan tidak hanya spesial bagi umat muslim yang melaksanakannya, tapi juga tak luput tv-tv nasional kita yang tiba-tiba merubah haluan acaranya. Berikut 8 tema fenomenal yang kerap diangkat televisi menjelang hingga sampai puasa berakhir, diantaranya: 1) Acara Sahur, yang bahkan ikut dimeriahkan oleh artis beragama non-Islam, 2) Ulasan Islami, 3) Kompetisi Islam, 4) Masak-masak, 5) Kultum menjelang maghrib, 6) Sinetron Islami, 7) Musik religi, 8) Iklan produk makanan yang bersanding dengan adzan Maghrib. Sala satu iklan yang paling legend adalah iklan sirup “Marjan” yang tayang sampai berepisode bak sinetron. Hehehe. 9) dan berita khas puasa seperti liputan khusus mudik, ziarah ke makam oleh para artis, artis hijrah.

Infotainment di Bulan Puasa Dihapuskan Saja!

Malah jika boleh, di bulan yang suci ini program acara semacam infotainment atau gosip seputar selebritis dihapuskan saja! Apalagi jika gosip tersebut memuat hal-hal yang berbau ghibah (menceritakan keburukan-keburukan orang lain). Seperti mengungkap aib dan privasi seseorang artis, menayangkan konflik perceraian artis, perebutan hak asuh, mengandung muatan seksual dan kekerasan secara tidak langsung dalam setiap tayangannya. Tentu hal-hal demikian ini tidak elok lah jika ikut ditayangkan pada Bulan Ramadhan. Untuk itu, masyarakat terutama muslim kita himbau untuk selektif dalam memilih acara-acara tv di bulan Ramadhan.

Nilai Hiburan Masih Lebih Dominan

Juga tak dapat dipungkiri, bahwa nilai-nilai hiburan seperti komedi lebih dominan ketimbang unsur-unsur religius. Tapi, hal tersebut dapat saya pahami sebagai cara agar pemirsa tidak bosan dengan muatan acara yang disajikan. Unsur-unsur religius yang lebih dominan tanpa adanya selingan, hanya akan menciptakan suatu tontonan yang amat-sangat monoton untuk dikonsumsi. Lagipula, tv tetap kembali kepada hakikatnya sebagai sebuah media hiburan (only to entertain). Alhasil, kita semua berharap, semoga tayangan-tayangan Ramadhan nantinya dapat memberikan pencerahan dan mengajak pemirsa muslim untuk lebih dekat kepada Allah SWT. Selain itu, semoga tayangan-tayangan Ramadhantaiment, yang menghadirkan tayangan religi yang mendidik dan program dialog yang menyejukkan ini dijadikan role model sebagai contoh tayangan yang baik untuk dikonsumsi bersama keluarga. 
Share:

Minggu, 14 Mei 2017

DOMINASI PEMBERITAAN PILKADA DKI 2017

Berbicara DKI Jakarta memang akan selalu menarik bagi masyarakat Indonesia. Mungkin karena statusnya yang ibukota, barometer Indonesia, penuh gemerlap dan glamour, permasalahan macet dan bajir yang tak kunjung usai juga tak terkecuali Pilkada, yang dalam perhelatannya memunculkan nama-nama orang besar dan mentereng. Sorotan kamera dan torehan tinta para pewarta pun tak luput untuk terus mengabarkan setiap detik perkembangannya, walaupun ada ratusan daerah lain yang juga menyelenggarakan hal yang sama.

Apalagi, Ahok sang petahana yang memang tak dapat diragukan kontribusinya dalam merapikan Jakarta baik secara kinerja, visi-misi, dan progra. Namun, tak dapat disangkal juga bahwa nama besarnya tercoreng akibat perkataannya terkait ayat Al-Maidah: 51. Tulah perkataannya tersebut sempat mengundang umat Islam seluruh nusantara berbondong-bondong memutihkan Jakarta. Dengan baju gamis dan surban putih serta kegeraman yang membuncah, mereka serentak mengkritik pemerintah yang kala itu lamban dalam mengadili kasus Ahok. Alhamdulillah, kini Ahok telah duduk dibangku pesakitan, dan masing-masing kubu menanti vonis dengan harap cemas. Ya, mungkin itulah yang menjadi nilai lebih dan khas dari perhelatan demokrasi ini, sarat gengsi dan etnis yang semestinya ditiadakan dalam sebuah kontestasi bernama Pilkada.   

Selain itu, keunikaan dari Pilkada rasa Pilpres ini ialah masing-masing kubu memiliki televisinya sendiri sebagai referensi. Kubu pro-Ahok jelas akan menonton Metro TV untuk menambah data dan fakta, sebaliknya kubu Anies-Sandi tampaknya secara tidak langsung bakal menonton iNews TV sebagai bahan rujukannya. Adapun tvOne tidak begitu terbaca, padahal diketahui Golkar berpihak kepada Ahok jua. Metro TV misalnya, hampir di setiap waktu dan progam selalu membicarakan tentang Ahok: kebaikan Ahok, kehebatan Ahok, dan segala hal tentang Ahok yang kerap disebut “Badja (Basuki-Djarot)”.  Secara tersirat, bahkan pemirsa Metro TV akan paham bahwa ada upaya tv yang didirikan Ketum Nasdem ini untuk mengalihkan isu. Penulis meyakini pengalihan isu itu berupa pengalihan isu penistaan agama menjadi isu Ahok yang terdzalimi dalam Pilkada 2017 ini berdasarkan etnisitas dan agama yang dimilikinya.

Sedangkan, iNews TV milik pengusaha sekaligus Ketum Perindo, Hary Tanoesoedibjo, yang belakangan mendukung paslon nomor 3 tampak getol mengawal sidang Ahok dengan mengundang pengamat yang kebanyakan kontra-Ahok. Menjadikan Pilkada DKI begitu wow, sekaligus menempatkan media menjadi cenderung memihak salah satu pihak. Lucunya, baru-baru ini di Prime Time News Metro TV seusai sidang, Zackia Arfan dan Andini Effendi menanyakan alasan Ahmad Ishomuddin yang mau menjadi saksi ahli agama dari pihak Ahok. Ahmad pun menjawab karena niat untuk menista hanya diketahui oleh Allah SWT dan Ahok sahaja, sehingga jika ingin tahu niat Ahok yang sesungguhnya ya harus bertanya kepada Ahok. Namun, penulis agak janggal dengan alasan yang seperti itu, jika memang demikian tentu permasalahn sudah usai, dan tentu tidak perlu ada pengadilan lagi. Bukankah pengadilan itu ada untuk mengungkap sesuatu yang tersembunyi. Unik sekaligus menarik! Selain itu, Ahmad Ishomuddin kerap ditekankan Metro TV mewakili PB-NU, padahal ia diundang atas nama pribadi sebab tiadanya surat tugas.          

Pilihan untuk memilih Ahok-Djarot atau Anies-Sandi memang menjadi hak penuh warga Jakarta. Secara konstitusional negara kita memang membolehkan siapa saja untuk menjadi pemimpin selama ia sanggup dan mampu untuk mengemban amanat itu. Namun, secara konstitusional negara kita juga membolehkan masyarakatnya untuk meyakini agama yang dipeluknya. Adapun media mainstream nasional seperti Metro TV dan iNews TV haruslah berimbang dan kredibel dalam memberitakan Pilkada, sekalipun berpihak, maka berpihaklah kepada rakyat. Sekian.
Share:

Nasdem dan Metro TV (Kritik dan Saran)


Partai Nasdem baru-baru ini resmi mengusung Kang Emil (Sapaan akrab Ridwan Kamil) sebagai calon gubernur Jabar, meskipun perhelatannya baru akan dilangsungkan beberapa bulan lagi. Tapi, seolah partai yang didirikan Surya Paloh ini ingin menekankan eksistensi bahwa mereka akan terus mendukung putra-putri terbaik bangsa untuk memimpin di daerah, salah satunya ya Kang Emil. Tidak salah memang, tapi jika terlalu digembar-gemborkan melalui media sekelas Metro TV beberapa hari yang lalu sampai masuk program Prime Time News, saya rasa malah menjadi sedikit lebay.  Jadi, pemirsa yang menontonnya, akan merasakan pemberitaan partai ini begitu mencolok, ya sebelas dua belas tampaknya dengan tv-tv milik HT, yang sekaligus pemilik MNC Media Group.

Memang, kepemilikan media tidak akan terhindar dari konten media yang disajikannya. Dalam pendekatan ekonomi politik, kepemilikan media (media ownership) mempunyai arti penting untuk melihat peran, ideologi, konten media dan efek yang ditimbulkan media kepada masyarakat. Walhasil, para pemilik media merupakan pihak yang kuat yang belum dapat “ditundukkan” dalam alam demokrasi. Golding dan Murdock melihat adanya hubungan erat antara pemilik media dengan kontrol media sebagai sebuah hubungan tidak langsung. Lebih lanjut Ecep S. Yasa mengatakan, bahwa pemilik media dapat memengaruhi independensi media tersebut. Independensi menjadi area abu-abu. Bisa tidaknya sebuah paket pemberitaan ditayangkan menjadi kewenangan pemilik media. Hal ini kemudian sangat bergantung pada ideologi, kepentingan dan afiliasi politik media.

Dalam menjalankan usahanya, media atau pemilik media bersingungan dengan kekuasaan. Para pemilik media kerap ditemukan sebagai elite-elite bisnis industri yang berhubungan erat dengan para elite pemegang kekuasaan. Maka, pemberitaan menjadi tidak bebas lagi; muatannya kerap memperhitungkan aspek politik. Produk pemberitaan menjadi margin kepentingan politik. Tema-tema termasuk Nasdem mengusung Kang Emil sebagai Jabar 1 disesuaikan dengan orientasi tersebut. Tentu kita ingin kenetralan Metro TV terbentuk sebagaimana awal mulanya ia berdiri sebagai tv berita pertama di negeri ini. Jangan malah semakin parah menjadi sebuah alat corong politik.

Tentu alangkah lebih baik, jika sebuah tv dimanfaatkan buat sebesar-besarnya kemanfaatan rakyat dan bukan buat kepentingan partai sendiri, walaupun mengatasnamakan kesejahteraan rakyat. Alangkah lebih baik, jika tv sebagai watchdog tetap bersikap kritik yang membangun, bukan malah tumpul kepada tuannya. Walaupun mengharapkan tv menjadi lembaga yang netral merupakan pepesan kosong, namun mendambakan tv yang berpihak kepada rakyat tentu bukanlah pilihan yang sulit. Asalkan si empunya mau berbesar hati. Pertanyaannya, “Maukah seseorang membuang begitu saja alat yang mampu mendongkrak citranya?” tentu saja dengan sangat berat hati.

Jangan sampai, Metro TV yang kami banggakan tidak segarang dulu, malah terkesan membabi buta dalam memberitakan satu pihak saja, yang seolah paling benar dan tanpa cacat cela, sehingga minim kritik bahkan tanpa analisis lebih tajam. Mungkin ada benarnya, bahwa sejarah pers menunjukkan, bahwa media cenderung mementingkan kepentingan pemilik, sedangkan pada saat yang sama melanggengkan kesan bahwa pers adalah untuk melayani kepentingan pengguna berita. Terlalu berangan-angan bila berharap bahwa media berita akan berbelok 180 derajat dan mencemoohkan keinginan pemilik. Wallahu ‘alam bish shawab. Wassalammu’alaikum J
Share:

Kamis, 11 Mei 2017

The Insider


Sutradara       : Michael Mann
Artis                : Al Pacino, Russell Crowe
Durasi             : 157 Menit
Rilis                 : 1999
Negara            : Amerika Serikat


“Sampaikanlah Kebenaran, walaupun itu pahit”. (Sabda Nabi Muhammad SAW)

Film ini merupakan film yang berbasis pada dunia jurnalistik. Yang menceritakan tentang bagaimana peran jurnalistik dan media massa. Dalam hal ini, televisi untuk mengkomunikasikan suatu fakta dan realitas kebenaran. Sehingga, dapat memberikan suatu pengaruh terhadap masyarakat yang melihatnya. Dalam film ini, diceritakan seorang Mantan Direktur Perusahaan Rokok yaitu Brown & Williamson (B&W) Tobacco Company, Jeff Wigand. Ia dikeluarkan dari perusahaan rokok tersebut, karena ia tak ingin menghancurkan citra kemanusiaannya dan juga idealismenya sebagai ilmuwan.
Ia ingin membeberkan kebohongan yang dilakukan oleh perusahaannya itu. Mengenai zat adiktif yang terkandung dalam rokok yaitu nikotin. Ia pun bertemu dengan seorang jurnalis senior yang sangat berpengalaman, dalam hal mengungkapkan suatu kebenaran kepada publik yang juga menjabat sebagai produser acara “60 minutes“ di televisi CBS. Yaitu Lowell Bergman.
Bergman dengan sabar berusaha untuk meyakinkan Wigand, agar ia mau mengungkapkan masalahnya dalam acara “60 minutes“. Berbagai upaya ia lakukan, rayuan, bujukan ia lakukan untuk meyakinkan Wigand. Slowly but steady, akhirnya Wigand pun bersedia untuk diwawancarai oleh Bergman dalam acaranya tersebut. Ia mulai percaya pada Bergman yang sepertinya dapat membantunya, dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.
Namun, niat dan langkah yang diambil oleh mereka berdua menuai ancaman. Wigand terus diteror oleh pihak perusahaannya, nama baiknya pun ikut dicemarkan, diputuskan tunjangan ekonomi bagi keluarganya, hingga ancaman pembunuhan yang sifatnya menyerang sisi psikologis Wigand. Ancaman-ancaman tersebut merupakan upaya untuk menggagalkan proses wawancara yang akan dilakukan Wigand di acara “60 minutes“. Wigand mulai stress terhadap berbagai tekanan yang ia alami.
Akhirnya Wigand dan Bergman melakukan wawancara. Yang dalam wawancaranya itu Wigand mengungkapkan semua kebohongan, yang selama ini perusahaannya lakukan. Ia memaparkan mengenai efek nikotin, dan unsur dalam nikotin seperti coumarin yang mempengaruhi otak dan sistem syaraf. Ia juga menjelaskan tentang impact boosting lewat ammonia yang digunakan, dan zat karsinogen yang dapat menyebabkan kanker paru-paru.
Setelah proses editing wawancara itu selesai, klimaks cerita pun muncul yaitu wawancara tersebut tidak dapat ditayangkan oleh pihak televisi CBS, karena takut akan tuntutan yang berakibat fatal bagi perusahaan tersebut. Tuntutan berupa ganti rugi milyaran dolar dan pembelian tanpa syarat stasiun televisi CBS News.
Serangan balik bagi Wigand pun kembali dilancarkan oleh pihak perusahaannya. Pihak perusahaannnya membeberkan semua informasi kehidupan sisi buruk seorang Wigand di masa silam. Memutarbalikkan fakta yang sebenarnya, yang menghancurkan reputasi Wigand, dan merupakan senjata untuk pembunuhan karakter Wigand. Wigand yang sementara itu bekerja sebagai guru kimia dan bahasa jepang di salah satu sekolah menjadi semakin tertekan dan stress.
Berkaitan dengan keberatan CBS dalam penayangan hasil wawancara tersebut, akhirnya diusulkan wawancara alternatif. Namun, tayangan tersebut begitu hambar dan sama sekali tidak mengungkapkan kebohongan perusahaan B&W. Hal itu dikarenakan terdapat banyak penyensoran isi wawancara, yang akhirnya membuat wawancara tersebut sama sekali tidak menguak kebenaran yang ada. Tapi, usaha Bergman dalam menayangkan wawancara versi aslinya tidak berhenti, ia berjuang dalam upaya untuk menayangkan wawancara tersebut, dan menolak keras intervensi perusahaan dalam kegiatan jurnalistik.
Dan akhirnya, CBS menayangkan wawancara versi aslinya. Dalam wawancara tersebut semua kebohongan Perusahaan Rokok B&W dipaparkan habis-habisan. Bahkan, didukung dengan editing gambar yang menampakkan cinematic dari kesaksian CEO B&W yang mengatakan bahwa “Saya percaya bahwa nikotin tidak zat adiktif“. Kemudian dilanjutkan dengan pernyataan Wigand “Aku percaya Thomas Sandefur memberikan kesaksian palsu… Aku melihat kesaksian itu dengan seksama“. Sehingga, semua fakta dan realita mengenai penjelasan Wigand mengenai dampak kesehatan, yang dapat diakibatkan oleh zat yang terkandung dalam nikotin tersebut semakin terkuak.
Semua orang di berbagai pelosok melihat wawancara itu dengan seksama, begitu juga dengan anak-anak Wigand. Wigand hanya terdiam seolah berkata inilah kebenarannya. Bergman akhirnya melepaskan jabatannya dari produser dan reporter stasiun televisi CBS.

 Film ini benar-benar menampilkan sisi idealis seorang ilmuwan, dan juga seorang jurnalis yang sangat teguh memegang the true of investigation reporting-nya. Ia benar-benar berjuang demi tugasnya. Dan mendedikasikan dirinya hanya untuk jurnalistik, yang dapat memberikan suatu harapan keselamatan bagi orang banyak.[]
Share:

Rabu, 10 Mei 2017

STATE OF PLAY


Directed by : Kevin MacDonald
Produced by : Andrew Hauptman, Tim Bevan Eric Fellner
Written by : Matthew Michael Carnahan, Tony Gilroy, Peter Morgan, Billy Ray dan Paul Abbott (series) Starring : Russell Crowe, Ben Affleck, Rachel McAdams, Viola Davis, Robin Wright Penn, Jason Bateman, Helen Mirren
Durasi : 129 menit
Studio : Working Title Films, StudioCanal, Relativity Media, Andell Entertainment
Distributed by : Universal Pictures

A. Resume:
“Adegan pembuka State of Play mengingatkan kita kala
membaca sebuah novel kriminal. Seorang pria berlari menembus malam, mencoba menghindar dari pemburu yang bakal mencabut nyawanya. Malang benar nasib orang itu
ketika usahanya tetap berbuah kematian. Seorang pengantar pizza yang melihat kejadian itu pun ikut  menjadi korban.
Selanjutnya, di lain waktu dan di lain tempat seorang perempuan bernama Sonia Baker meninggal terlindas kereta api dan diduga banyak orang sebagai aksi bunuh diri. Sonia ini ternyata merupakan staf dari anggota kongres, Stephen Collins (Ben Affleck). Belakangan diketahui, Sonia mempunyai hubungan khusus dengan atasannya tersebut. Tentu saja kejadian ini mengancam posisi Stephen, karena telah mempunyai istri, Anne Collins (Robin Wright Penn). Cal McAffrey (Russel Crowe) seorang wartawan Washington Globe berniat menyelidiki kematian Sonia Baker, seorang asisten kongres yang ternyata terlibat skandal menjalin hubungan percintaan dengan Stephen Collins, anggota kongres yang juga  sahabat baik Cal. Didera perasaan bersalahnya karena pernah berselingkuh dengan istri Stephen, Anne, Cal berniat menyelidiki kasus tersebut. Penyelidikan Cal yang dibantu wartawan online di Globe, Della Frye (Rachel McAdams) menggiring mereka pada teori konspirasi yang melibatkan PointCorp, sebuah private defense contractor.”

Film yang bertemakan politik ini disutradarai oleh Kevin MacDonald. State of Play bercerita tentang penyelidikan beberapa orang jurnalis atas terjadinya pembunuhan seorang wanita bernama Sonia Baker yang ternyata merupakan selingkuhan dari salah satu anggota Kongres.
            State of Play diawali dengan adegan penembakan seorang perampok oleh seorang pria yang memegang sebuah koper. Sang penembak juga menyemburkan timah panas ke arah seorang pengantar pizza, yang tak sengaja menyaksikan kejadian tersebut.  Penembakan itu membuat pengantar pizza koma dan harus dirawat di rumah sakit. Keesokan paginya, di sebuah jalur kereta api ditemukan seorang wanita tewas dan diduga sebagai usaha bunuh diri.
            Wanita tersebut adalah Sonia Baker, seorang pegawai dari anggota Kongres Pennsylvania, Stephen Collins. Pada saat konferensi pers, Stephen meneteskan air mata atas kematian Sonia Baker. Hal itu menimbulkan spekulasi di kalangan pers bahwa Stephen telah menjalin suatu hubungan khusus dengan Sonia.
            Di lain tempat, jurnalis Cal McAffrey yang merupakan mantan teman satu kamar asrama Stephen Collins di masa kuliah, sedang berdiskusi tentang permasalahan itu dengan Della Frye, seorang reporter baru yang mengelola harian online. Pada awalnya, Cal menyelidiki pembunuhan seorang perampok yang diceritakan pada awal film. Namun, seiring perkembangan informasi ia menemukan adanya benang merah antara Sonia Baker dan perampok tersebut. Ini menunjukan sifat kreatif dan out of the box yang dimiliki seorang jurnalis.
            Berdasarkan salah satu sembilan elemen jurnalis yaitu kewajiban utama jurnalisme adalah pada pencarian kebenaran, Cal dan Della akhirnya memutuskan untuk menyelidiki kasus ini.  Investigasi Cal juga sebenarnya  didorong rasa bersalahnya karena dulu sempat berselingkuh dengan istri Stephen, Anne Collins. Apalagi, Stephen datang langsung ke apartemennya dan meminta bantuan Cal. Film yang diproduseri oleh Andrew Hauptman ini sangat menonjolkan sifat-sifat yang mencerminkan diri seorang jurnalis, seperti pandai bernegosiasi, coffered, konteks, kreatif, dan memiliki banyak ‘link’.
            Cal dan Della terus mencari informasi dan melakukan penyelidikan tentang kasus ini karena esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi. State of Play  menggambarkan penelusuran Cal dan Della atas kasus ini yang ternyata justru membuka sebuah kasus besar yang melibatkan berbagai pihak militer Amerika Serikat. Cal dan Della tetap menjaga independensi dari obyek liputannya.

B. Gambaran Proses Investigasi:
1.      Naluri berita. Cal dan Della cepat tanggap terhadap masalah yang sedang terjadi. Mereka mengembangkan masalah pembunuhan hingga menjadi suatu masalah yang pelik. Mereka mampu mengenal berita dengan baik dan mencari petunjuk-petunjuk yang berhubungan dengan berita yang mereka selidiki.
Adegan: Pada awalnya kebanyakan media berspekulasi bahwa kasus kematian Sonia Baker murni bunuh diri, namun Cal McAffrey  mencoba mengurai segala sesuatu yang berkaitan dengan proses kematian Sonia Baker. Cal menggunakan berbagai cara untuk memperoleh data yang akurat dan objektif mengenai kronologi yang sesungguhnya di balik kematian Sonia Baker.
2.      Observasi. Bekal ini dimiliki oleh setiap wartawan temasuk Cal dan Della. Untuk mendapatkan berita yang akurat, mereka melakukan observasi.
Adegan: Mulai dari mencari tahu pelaku pembunuhan melalui CCTV yang ada di stasiun kereta bawah tanah saat meninggalnya Sonia Baker, mencari bukti lewat barang-barang si pengguna narkoba yang meninggal, dan sebagainya.
3.      Keingintahuan. Cal dan Della memiliki keingintahuan yang sangat besar. Keingintahuan itulah yang menghantarkan Cal menarik sebuah kesimpulan dari dua peristiwa yang tidak berhubungan menjadi sebuah berita yang saling berkelindan.
Adegan: Cal yang menguraikan beberapa fakta mengenai hubungan Collins dengan Sonia ketika Collins meminta bantuan kepadanya untuk memperbaiki citranya sebagai anggota kongres, kebetulan Cal adalah sahabat Collins ketika ia masih berada di bangku kuliah. Pada kesempatan ini lah Cal mengorek segala informasi dari Collins. Collins mencoba meyakinkan Cal bahwa Sonia tidak mati bunuh diri, karena pada pagi hari sebelum Sonia meninggal, Collins masih melakukan video call dengan Sonia. 
4.      Mengenal Berita. Sebagai seorang wartawan, Cal dan Della mengenal posisinya dalam berita. Cal menulis tentang berita kriminal, sedangkan Della menulis tentang berita kehidupan pribadi para politikus. Melalui kasus yang menimpa Stephen Collins, mereka berdua bekerja sama untuk menyelidiki kasus yang akan mereka jadikan berita yang ternyata saling berkaitan erat.
Adegan: Untuk membantunya mengurai kasus ini, Cal meminta bantuan kepada seorang penulis artikel bernama Della Frye. Cal dan Della segera memburu data dari sekian banyak informasi yang mereka terima dari orang-orang yang mengenal Sonia Baker. Akhirnya mereka dapat mengetahui bahwa Sonia Baker berkerja pada PointCorp yang merupakan pesaing dari anggota kongres. Sonia ditugaskan untuk mencari informasi dari Stephen Collins yang merupakan “musuh” dari PointCorp. PointCorp dikenal sebagai kelompok yang tidak segan untuk melakukan segala sesuatu untuk kepentingan intern sekalipun itu harus membunuh seseorang. Selain itu, Cal dapat mengetahui bahwa Sonia mengandung anak hasil hubungan gelapnya dengan Collins.
5.      Menangani Berita. Cal dan Della menangani berita dengan baik. Mereka tidak sembarangan menulis berita. Tetapi kebebasan mereka dalam menulis harus sesuai dengan moral.
Adegan: Dari sekian banyak informasi, Cal dapat mengambil kesimpulan bahwa Sonia dibunuh oleh seorang anggota PointCorp. Kesimpulan itu diambil berdasarkan analisis bahwa Sonia tidak lagi dapat diandalkan oleh PointCorp untuk mencari informasi mengenai Stephen Collins. Namun secara tidak diduga kesimpulan itu runtuh karena ternyata dapat dibuktikan bahwa Collins lah yang membunuh Sonia. Dengan mengikuti nuraninya sebagai seorang jurnalis, Cal segera menulis artikel mengenai kronologi sesungguhnya yang terjadi dibalik kematian Sonia Baker, sekalipun ia harus mengorbankan hubungan persahabatannya dengan Collins.
6.      Kepribadian yang Luwes. Cal dan Della menunjukkan dirinya sebagai pribadi yang luwes saat mencari informasi dan berhubungan dengan orang lain. Karena jika sudah memulai hubungan yang baik, maka akan menjadi pribadi yang menyenangkan dimata orang tersebut.
Adegan: Seperti saat Cal ingin mendapatkan informasi melalui barang-barang peninggalan si pengedar narkoba di rumah sakit, Cal melakukan pendekatan dengan mengajak bicara santai salah satu perawat disana. Walaupun dilarang tetapi Cal tidak sampai melanggar aturan.
7.      Pendekatan yang Sesuai. Cal dan Della melakukan pendekatan terhadap setiap narasumber yang mereka dapat. Dan mereka menyesuaikan diri terhadap setiap narasumber.
Adegan: Seperti saat Della mewawancarai setiap orang yang berhubungan dengan Sonia Baker bahkan ia sempat diajak kencan oleh narasumbernya. Hal ini membuktikkan bahwa sebagai wartawan, harus mampu mencari informasi dengan pendekatan yang sesuai.
8.      Kecepatan dan Keakuratan Berita. Dalam mencari berita, Cal dan Della sangatlah gesit. Mereka dikejar oleh deadline. Walaupun demikian, berita yang disajikan tidak boleh asal-asalan. Kecepatan sangat perlu dalam mencari berita, tetapi isi berita haruslah akurat. Seperti halnya sikap yang harus dimiliki seorang wartawan, hal ini juga termasuk bekal dalam mencari berita dan mengejar deadline. Cal dan Della menulis berita dengan berhati-hati. Tidak merasa diri mereka paling benar. Selain itu mereka juga akurat. Cal dan Della mencari informasi dengan teliti, dan tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan.
Adegan: Walaupun Cal dan Della harus ditekan oleh editor-nya untuk mengumpulkan berita, mereka tidak patah arang, melainkan dengan sigap langsung mencari data-data penting yang berhubungan dengan beritanya.
9.      Kecerdikan. Dalam membuktikan kasus pembunuhan pengguna narkoba dan Sonia Baker, Cal dengan cermat membaca suatu benang merah yang menghubungkan langsung dengan pembunuhnya. Cal dan Della juga selalu menggunakan gagasan-gagasan yang orisinil dalam mengumpulkan berita. Walaupun terkesan memaksa, tapi hal itu dilakukan untuk mendapatkan bukti dan kebenaran atas berita yang terjadi.
Adegan: Seperti saat Cal dan Della mencari tahu informasi melalui Dominic Foy tentang hubungan Sonia dengannya. Awalnya, Dominic tidak ingin memberitahu, tapi Cal berhasil menakutinya dengan mengatakan bahwa berita akan dimuat dengan menggunakan namanya secara langsung. Akhirnya, Dominic setuju dan membeberkan tentang penyelewengan yang dilakukan oleh PointCorp.
10.  Daya Ingat yang Tajam, Buku Catatan, Berkas Catatan, Surat Kabar/ Internet/ TV/ Radio. Bekal ini sangatlah berguna sebagai wartawan. Cal dan Della selalu membawa buku catatan saat mendapat berita yang penting. Selain itu, mereka juga mengandalkan berkas catatan.
Adegan: Ini terlihat saat mereka hendak mencari berita tentang Sonia Baker, mereka menggunakan berkas-berkas catatan kehidupan Sonia untuk mencari informasi penting. Lalu mereka juga menggunakan internet dan surat kabar untuk terus memantau perkembangan berita pembunuhan dan Stephen Collins. Bahkan melalui foto yang dipasang di sebuah berita di surat kabar, Cal dapat menemukan pelaku pembunuhannya. Ini berarti bahwa hal-hal diatas sangatlah berharga.
11.  Jujur. Disini kemerdekaan seorang jurnalis diuji, ketika ia dihadapkan pada sebuah kenyataan antara relasi personalnya dengan kewajibannya kepada masyarakat luas. Cal telah menunjukkan bahwa nuraninya berbicara pada sebuah kebenaran yang harus dipublikasikan kepada khalayak umum ketimbang ia harus menjadi seorang yang munafik.
Adegan: Cal dan Della seringkali dihadapkan pada fakta yang mencengangkan. Apalagi fakta tersebut berhubungan dengan sahabatnya, Stephen Collins. Kadang Cal merasa harus menutupinya, tetapi sebagai seorang wartawan, ia harus transparan, memberitakan yang sebenarnya. Cal menjalankannya dengan baik, bahkan ketika mereka menemukan penyebab kematian Sonia yang ada sangkut-pautnya dengan Stephen, Cal tidak menutupinya melainkan mengatakan kebenarannya kepada publik.
Film State Of Play menggambarkan bagaimana menjadi wartawan yang tangguh. Bahkan harus berjuang antara hidup dan mati. Cal hampir saja tertembak saat hendak menemukan pelaku pembunuhan. Tapi hal itu tidak membuat Cal putus asa dan ia terus berusaha untuk mencari sebuah berita yang berdasarkan fakta dan bukan “gosip” belaka. Nalurinya sebagai wartawan sangatlah tajam. Inilah jalan hidup wartawan yang memiliki tanggung jawab yang besar dan merupakan tujuan mulia untuk menyampaikan berita.


”Sebagai seorang wartawan yang bagus, kau tak boleh memiliki sahabat; kamu hanya boleh memiliki narasumber,” kata Lynne, Pemred Washington Globe. [Sekian.]
Share:

BTemplates.com

Pengikut