Review, rekomendasi dan kritik film bermutu.

Senin, 26 Juni 2017

#ReviewUsil Sok Suci by Fisabilillah Production: Sederhana dan Mengena

Perkembangan film pendek di Indonesia cukup pesat. Banyak komunitas-komunitas film yang memproduksi film dengan serius. Pangsa pasarnya juga beragam. Ada yang bermain di platform online seperti Youtube.com atau Vidio.com. Ada juga komunitas-komunitas yang lebih fokus pada festival. Beberapa, bermain keduanya. Mereka tidak main-main, ini butuh keseriusan.

Membuat film pendek tidak pernah semudah yang penonton bayangkan. Mengemas konflik padat dalam waktu singkat memerlukan kelihaian tim produksi, khususnya tim penulis skenario. Bukan cuma itu, mencari tema yang 'relate' pada jaman dan atau manusianya juga susah.

Kali ini, mari membiarkan saya mengulas salah satu film pendek produksi Fisabilillah Production yang berjudul Sok Suci. Supaya damai, saya menulis #ReviewUsil ini sembari mendengarkan Banda Neira di telinga. Semoga memuaskan. Mari mulai!

Fisabilillah Production atau biasa disebut FisProd adalah sebuah komunitas atau bahkan sebuah rumah produksi serius yang dijalankan oleh anak-anak muda kota Medan. Dari namanya, kita bisa melihat jelas bahwa FisProd memang berfokus pada film bernafaskan Islam. Sesuatu yang kalau salah mengambil langkah,akan fatal. Tidak boleh ada interpretasi yang ragu, hadits yang keliru, dan mesti tetap terlihat menarik serta tidak membosankan oleh penonton.

FisProd, selama bulan Ramadan kemarin konsisten membuat film pendek sebagai tontonan sekaligus tuntunan untuk orang-orang yang sedang berpuasa. Salah satunya adalah Sok Suci. Bukan! Ini bukan lagunya Younglex, ini judul film.

Mari membahas pelan-pelan, saya akan membagi ini ke dalam beberapa poin.

Pertama, sebagai anak Medan, saya selalu takjub setiap menonton film yang memakai dialek Sumatera Utara. Dalam film ini, dan film-film lain, FisProd menggunakan dialek Medan. Medan, bukan Batak. Itu berbeda. Lain waktu kita bahas.

Terdengar subjektif memang, tapi begitulah adanya, saya tak terlalu peduli lagi yang lain. Namun, karena ini #ReviewUsil, saya mesti peduli, kalau tidak, apa yang mau saya tulis? Hehe....

Kedua, mari membahas jalan ceritanya, maaf, ini akan sangat spoiler, sebaiknya berhenti dulu bacanya, tonton filmnya di Youtube, lalu kembali lagi ke sini. Ingat! Saya sudah mengingatkan ya.

Jujur, saya tidak terlalu paham jalan ceritanya secara utuh, mungkin karena ilmu saya belum sampai sana, atau mungkin karena saya tidak konsentrasi, atau bisa jadi karena jalan cerita dalam filmnya memang tidak dapat ditangkap dengan mudah? Saya bisa saja mengulang tiga sampai empat kali, tapi rasanya pasti beda, biarkan saja begini, saya menikmatinya.

Film yang menggunakan sudut pandang orang pertama yang bernama Jaka, yang diperankan oleh Iqbal Pahlevi, yang dulunya 'bandit'---artikan itu sebagai pemuda yang doyan mabuk---telah insaf.
Jaka, berhasil keluar dari dunia setan karena dibantu oleh temannya yang bernama Ihsan, sosok alim yang diperankan oleh Radenmas Yanggi Fitriyus Sutrisna. Ihsan mengajak Jaka pada kebaikan, mengajaknya ikut kajian, membantunya keluar dari kebiasaan buruk.

Masalah, baru muncul ketika teman satu kos mereka berdua, Rian, yang diperankan oleh Chairun Arrasyid, adalah orang paling 'bandit' di kos. Dulu, Jaka mabuknya sama Rian. 

Sepulang kajian, di jalan, Ihsan cerita soal membantu seseorang keluar dari perbuatan buruk sifatnya adalah wajib. Sebagai muslim. menyadarkan orang lain adalah sebuah keharusan. Maka, menyadarkan Rian adalah keharusan bagi mereka berdua.

Ihsan, mencoba menasehatinya, di kamar kos Rian, ia mencoba menyadarkan. Temtu saja, sebagai 'bandit' paling 'bandit' Rian emosi dinasehati. 

"Macam kau udah suci aja. Mscam kau tak pernah salah. Tak usah urusi aku!"

"Alu memang belum sempurna. Karena memang gak ada orang yang bisa sempurna sesudah meninggalnya Nabi Muhammad. Aku cuma mengingatkan. BIar kau tak tenggelam."

Kira-kira begitulah percakapan mereka. Sesudahnnya, Ihsan pun meninggalkan Rian yang asyik judi online.

Besoknya, Rian datang ke kamar Jaka membawa dua botol tuak, yang lebih mirip pembersih lantai. Dia pikir, temannya Jaka masih doyan. Saat itu, intens konflik sampai pada tingkat paling tinggi, meski saya tak bisa merasakannya.

Jaka mencoba jujur pada Rian, dia sudah tidak lagi 'minum', dia juga mengajak Rian pada kebaikan. Insaf.

"Aku udah gak minum lagi. Aku mau memperbaiki diri. Kau pun ikutlah, sampai kapan mau jadi 'bandit'?"

"Ah, baru sekali ikut kajian, kau sudah macam ustaz di tivi. Tak usah nasehati aku."

"Ayolah, sama-sama kita insaf."

"Lama-lama, kau jadi macam anak sok suci itu pulak ya!"

"Siapa yang sok suci? Bukannya orang-orang kaya kau ini yang sok suci? Gak mau dinasehati."

Bayangkan adegan itu dilakukan dalam puncak konflik, seakan tegang sekali.

Setelahnya, film ditutup dengan sebuah ayat dari surat Al A'Raf ayat 165, yang artinya:

"Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan pada mereka, kami selamatkan orang yang mencegah perbuatan jahat, dan kami timpakan kepada orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik."

Ketiga, secara kualitas akting para pemainnya, saya bisa bilang luamayan keren. 

Keempat, sinematografinya juga lumayan oke.

Kelima, film ini layak tonton. 

Keenam, saya hanya kurang bisa merasakan, tapi kalau diulang beberapa kali, mungkin akan lebih mudah dipahami.

Baiklah. Saya rasa review sudah selesai, tangan saya juga mulai pegal.

Maaf bila ada kesalahan. Salam untuk Abang dan Kakak yang ada di FisProd, maafkan keusilan saya yang sulit dipertanggungjawabkan ini. 

Satu lagi, selamat lebaran. Selamat pesta nastar, lontong, kacang tojin, dan teman-teman.






Share:

0 komentar:

Posting Komentar

BTemplates.com

Pengikut